15 Mei 2011

Ringkasan Sejarah Imam Syafi'i

Bismillahirrohmanirrohim

Ringkasan Sejarah Imam Syafi'i

• Kelahiran
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Shafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i (bahasa Arab: محمد بن إدريس الشافعي) yang akrab dipanggil Imam Syafi'i (Gaza, Palestina, 150 H / 767 - Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam dan juga pendiri mazhab Syafi'i. Imam Syafi'i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.

• Kehidupan
- Dilahirkan di Syam, tinggal di Mekkah kemudian pindah ke Irak, sampai akhirnya menetap di Mesir. Hidup dalam kondisi yatim, hafal Al Qur’an di usia 7 tahun.
- Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu membawanya ke Mekah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra sampai-sampai Al Ashma’i berkata,”Saya mentashih syair-syair bani Hudzail dari seorang pemuda dari Quraisy yang disebut Muhammad bin Idris,” Imam Syafi’i adalah imam bahasa Arab.
- Salah satu empat Imam Mahzab yang besar, mahzabnya tersebar di Mesir, Irak, Daghistan, dan negeri-negeri timur, termasuk Indonesia.

• Menimba Ilmu
- Saat usia 20 tahun, Imam Syafi'i pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama besar saat itu, Imam Malik. Dua tahun kemudian, ia juga pergi ke Irak, untuk berguru pada murid-murid Imam Hanafi di sana.
Beliau meriwayatkan dari:
- Imam Malik : Menghafal Al-Muwaththa pada usia 20 tahun
- Muslim Az-Zanji
- Ibnu Uyainah
- Ibrahim bin Saad Fudhail bin Abbas
Belajar di Makkah
- Imam Syafi’i berguru fiqh kepada mufti di sana, Muslim bin Khalid Az Zanji sehingga ia mengizinkannya memberi fatwa ketika masih berusia 15 tahun.
- Kemudian beliau juga belajar dari Dawud bin Abdurrahman Al-Atthar.
- Juga belajar dari pamannya yang bernama Muhammad bin Ali bin Syafi’i.
- Juga menimba ilmu dari Sufyan bin Uyainah.
- Guru yang lainnya dalam fiqih ialah Abdurrahman bin Abi Bakr Al-Mulaiki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin Al-Ayyadl dan masih banyak lagi yang lainnya.
- Beliau semakin menonjol dalam bidang fiqih hanya dalam beberapa tahun saja duduk di berbagai halaqah ilmu para Ulama’ fiqih sebagaimana tersebut di atas.
Belajar di Madinah
- Kemudian beliau pergi ke Madinah dan berguru fiqh kepada Imam Malik bin Anas. Ia mengaji kitab Muwattha’ kepada Imam Malik dan menghafalnya dalam 9 malam. Kecerdasannya membuat Imam Malik amat mengaguminya. Sementara itu As-Syafi`ie sendiri sangat terkesan dan sangat mengagumi Imam Malik di Al-Madinah dan Imam Sufyan bin Uyainah di Makkah. Beliau menyatakan kekagumannya setelah menjadi Imam dengan pernyataannya yang terkenal berbunyi: “Seandainya tidak ada Malik bin Anas dan Sufyan bin Uyainah, niscaya akan hilanglah ilmu dari Hijaz.” Juga beliau menyatakan lebih lanjut kekagumannya kepada Imam Malik: “Bila datang Imam Malik di suatu majelis, maka Malik menjadi bintang di majelis itu.” Beliau juga sangat terkesan dengan kitab Al-Muwattha’ Imam Malik sehingga beliau menyatakan: “Tidak ada kitab yang lebih bermanfaat setelah Al-Qur’an, lebih dari kitab Al-Muwattha’ .” Beliau juga menyatakan: “Aku tidak membaca Al-Muwattha’ Malik, kecuali mesti bertambah pemahamanku.”
- Di samping itu, pemuda ini juga duduk menghafal dan memahami ilmu dari para Ulama’ yang ada di Al-Madinah, seperti Ibrahim bin Sa’ad, Isma’il bin Ja’far, Atthaf bin Khalid, Abdul Aziz Ad-Darawardi.
Belajar di Yaman
- Imam Syafi’i kemudian pergi ke Yaman dan bekerja sebentar di sana.
- Disebutkanlah sederet Ulama’ Yaman yang didatangi oleh beliau ini seperti: Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al-Qadli dan banyak lagi yang lainnya.
Belajar di Baghdad, Irak
- Kemudian pergi ke Baghdad (183 dan tahun 195), di sana ia menimba ilmu dari Muhammad bin Hasan, seorang ahli fiqih di negeri Iraq.
- Beliau juga mengambil ilmu dari Isma’il bin Ulaiyyah dan Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi dan masih banyak lagi yang lainnya.
Belajar di Mesir
- Imam Syafi’i bertemu dengan Ahmad bin Hanbal di Mekah tahun 187 H dan di Baghdad tahun 195 H. Dari Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Syafi’i menimba ilmu fiqhnya, ushul madzhabnya, penjelasan nasikh dan mansukhnya.

Periwayat dari Beliau
- Al Humaidi
- Ahmad bin Hambal (Imam Hambali)
- Al-Buwaithi
- Al-Muzani

Ulama Asy-Syafi’iyah antara lain:
- An Nawawi
- Syaukani
- Ibnu Rif’ah
- Ibnu Daqiq Al-‘Id
- As Subki
- Al Balqini

• Karya
- Ar-Risalah
Salah satu karangannya adalah “Ar Risalah” buku pertama tentang ushul fiqh. Imam Syafi’i adalah seorang mujtahid mutlak, imam fiqh, hadis, dan ushul. Ia mampu memadukan fiqh ahli Irak dan fiqh ahli Hijaz. Imam Ahmad berkata tentang Imam Syafi’i,”Beliau adalah orang yang paling faqih dalam Al Quran dan As Sunnah,” “Tidak seorang pun yang pernah memegang pena dan tinta (ilmu) melainkan Allah memberinya di ‘leher’ Syafi’i,”. Thasy Kubri mengatakan di Miftahus sa’adah, ”Ulama ahli fiqh, ushul, hadits, bahasa, nahwu, dan disiplin ilmu lainnya sepakat bahwa Syafi’i memiliki sifat amanah (dipercaya), ‘adalah (kredibilitas agama dan moral), zuhud, wara’, takwa, dermawan, tingkah lakunya yang baik, derajatnya yang tinggi. Orang yang banyak menyebutkan perjalanan hidupnya saja masih kurang lengkap,”

Mazhab Syafi'i
Dasar madzhabnya: Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Beliau juga tidak mengambil Istihsan (menganggap baik suatu masalah) sebagai dasar madzhabnya, menolak maslahah mursalah, perbuatan penduduk Madinah. Imam Syafi’i mengatakan,”Barangsiapa yang melakukan istihsan maka ia telah menciptakan syariat,”. Penduduk Baghdad mengatakan,”Imam Syafi’i adalah nashirussunnah (pembela sunnah).”

- Al-Hujjah
Kitab “Al Hujjah” yang merupakan madzhab lama diriwayatkan oleh empat Imam Irak; Ahmad bin Hanbal, Abu Tsaur, Za’farani, Al Karabisyi dari Imam Syafi’i.

- Al-Umm
“Al Umm” sebagai madzhab yang baru Imam Syafi’i diriwayatkan oleh pengikutnya di Mesir; Al Muzani, Al Buwaithi, Ar Rabi’ Jizii bin Sulaiman. Imam Syafi’i mengatakan tentang madzhabnya,”Jika sebuah hadits shahih bertentangan dengan perkataanku, maka ia (hadis) adalah madzhabku, dan buanglah perkataanku di belakang tembok,”

• Wafatnya
Di Baghdad, Imam Syafi’i menulis madzhab lamanya (madzhab qodim). Kemudian beliu pindah ke Mesir tahun 200 H dan menuliskan madzhab baru (madzhab jadid). Di sana beliau wafat sebagai syuhadaul ilm di akhir bulan Rajab 204 H.

• Pendapat terhadap Beliau
- Imam Ahmad bin Hambal berkata:
-- “Tidak seorang pun dari Ahli Hadist yang membawa tinta kecuali Imam Syafi’i, dan saya tidak tahu nasikh dan mansukh dari hadist kecuali setelah berguru padanya”.
-- “Imam Syafi’i bagaikan matahari bagi alam raya, dan penyegar bagi tubuh, apakah ada manusia yang tidak membutuhkannya?”.

>> Disarikan dari berbegai sumber, akan diupdate jika mendapatkan sumber lainnya, Insya Allah

0 respon:

Recent Comments

Powered by Blogger Widgets