09 Februari 2008

Hukum Merayakan Valentine's Day

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Akhir-akhir ini telah
merebak perayaan valentine's day -terutama di kalangan para pelajar
putri-, padahal ini merupakan hari raya kaum Nashrani. Mereka
mengenakan pakaian berwarna merah dan saling bertukar bunga berwarna
merah.. Kami mohon perkenan Syaikh untuk menerangkan hukum perayaan
semacam ini, dan apa saran Syaikh untuk kaum muslimin sehubungan
dengan masalah-masalah seperti ini. Semoga Allah menjaga dan
memelihara Syaikh.

Jawaban
Tidak boleh merayakan valentin's day karena sebab-sebab berikut:

Pertama: Bahwa itu adalah hari raya bid'ah, tidak ada dasarnya dalam
syari'at.

Kedua: Bahwa itu akan menimbulkan kecengengen dan kecemburuan.

Ketiga: Bahwa itu akan menyebabkan sibuknya hati dengan
perkara-perkara bodoh yang bertolak belakang dengan tuntunan para salaf.

Karena itu, pada hari tersebut tidak boleh ada simbol-simbol perayaan,
baik berupa makanan, minuman, pakaian, saling memberi hadiah, ataupun
lainnya.

Hendaknya setiap muslim merasa mulia dengan agamanya dan tidak
merendahkan diri dengan menuruti setiap ajakan. Semoga Allah Subhanahu
wa Ta'ala melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah, baik yang nyata
maupun yang tersembunyi, dan semoga Allah senantiasa membimbing kita
dengan bimbingan dan petunjukNya.

Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin, tanggal 5/11/1420 H yanq beliau tandatangani.



Oleh
Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta'

Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' ditanya :
Setiap tahunnya, pada tanggal 14 Februari, sebagian orang merayakan
valentine's day. Mereka saling betukar hadiah berupa bunga merah,
mengenakan pakaian berwarna merah, saling mengucapkan selamat dan
sebagian toko atau produsen permen membuat atau menyediakan
permen-permen yang berwarna merah lengkap dengan gambar hati, bahkan
sebagian toko mengiklankan produk-produknya yang dibuat khusus untuk
hari tersebut. Bagaimana pendapat Syaikh tentang:

Pertama: Merayakan hari tersebut?
Kedua: Membeli produk-produk khusus tersebut pada hari itu?
Ketiga: Transaksi jual beli di toko (yang tidak ikut merayakan) yang
menjual barang yang bisa dihadiahkan pada hari tersebut, kepada orang
yang hendak merayakannya?
Semoga Allah membalas Syaikh dengan kebaikan.

Jawaban.
Berdasarkan dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah, para pendahulu
umat sepakat menyatakan bahwa hari raya dalam Islam hanya ada dua,
yaitu Idul Fithri dan Idul Adha, selain itu, semua hari raya yang
berkaitan dengan seseorang, kelompok, peristiwa atau lainnya adalah
bid'ah, kaum muslimin tidak boleh melakukannya, mengakuinya,
menampakkan kegembiraan karenanya dan membantu terselenggaranya,
karena perbuatan ini merupakan perbuatan yang melanggar batas-batas
Allah, sehingga dengan begitu pelakunya berarti telah berbuat aniaya
terhadap dirinya sendiri. Jika hari raya itu merupakan simbol
orang-orang kafir, maka ini merupakan dosa lainnya, karena dengan
begitu berarti telah bertasyabbuh (menyerupai) mereka di samping
merupakan keloyalan terhadap mereka, padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah melarang kaum mukminin ber-tasyabbuh dengan mereka dan loyal
terhadap mereka di dalam KitabNya yang mulia, dan telah diriwayatkan
secara pasti dari Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam, bahwa beliau
bersabda,

"Artinya : Barangsiapa menyerupai suatu kaum, berarti ia termasuk
golongan mereka" [1]

Valentin's day termasuk jenis yang disebutkan tadi, karena merupakan
hari raya Nashrani, maka seorang muslim yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir tidak boleh melakukannya, mengakuinya atau ikut mengucapkan
selamat, bahkan seharusnya me-ninggalkannya dan menjauhinya sebagai
sikap taat terhadap Allah dan RasulNya serta untuk menjauhi
sebab-sebab yang bisa menimbulkan kemurkaan Allah dan siksaNya. Lain
dari itu, diharamkan atas setiap muslim untuk membantu penyelenggaraan
hari raya tersebut dan hari raya lainnya yang diharamkan, baik itu
berupa makanan, minuman, penjualan, pembelian, produk, hadiah, surat,
iklan dan sebagainya, karena semua ini termasuk tolong menolong dalam
perbuatan dosa dan permusuhan serta maksiat terhadap Allah dan
RasulNya, sementara Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman,

"Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksaNya" [Al-Ma'idah : 2]

Dari itu, hendaknya setiap muslim berpegang teguh dengan Al-Kitab dan
As-Sunnah dalam semua kondisi, lebih-lebih pada saat-saat terjadinya
fitnah dan banyaknya kerusakan. Hendaknya pula ia benar-benar waspada
agar tidak terjerumus ke dalam kese-satan orang-orang yang dimurkai,
orang-orang yang sesat dan orang-orang fasik yang tidak mengharapkan
kehormatan dari Allah dan tidak menghormati Islam. Dan hendaknya
seorang muslim kembali kepada Allah dengan memohon petunjukNya dan
keteguhan didalam petunjukNya. Sesungguhnya, tidak ada yang dapat
memberi petunjuk selain Allah dan tidak ada yang dapat meneguhkan
dalam petunjukNya selain Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hanya Allah lah
yang kuasa memberi petunjuk.

Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarga dan para sahabatnya.

Fatawa Al-Lajnah Ad-Da' imah lil Buhuts Al-'Ilmiyah wal Ifta' (21203)
tanggal 22/11/1420H.

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah
Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa
Terkini, Penyusun Khalid Al-Juraisiy, Penerjmah Musthofa Aini Lc.
Penerbit Darul Haq]


Copied from Forum YahooGroup MSTEI ITB

0 respon:

Recent Comments

Powered by Blogger Widgets